Foto: Camat Kota Bangun Darat, Julkifli. (Akmal/habarpesisir)

Tenggarong – Festival budaya kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Kecamatan Kota Bangun Darat.

Tiap desa di wilayah ini menumbuhkan dan menghidupkan tradisi lokalnya melalui beragam festival yang menjadi ciri khas masing-masing, sekaligus mencerminkan keragaman latar belakang budaya warganya.

Camat Kota Bangun Darat, Julkifli, menjelaskan bahwa festival budaya di masing-masing desa merupakan potensi unggulan yang terus dikembangkan.

“Setiap desa memiliki festivalnya masing-masing. Budaya dan seni di sini sangat beragam, tergantung pada asal-usul masyarakatnya,” ungkapnya, Kamis (30/4/25).

Tercatat ada 10 desa di Kota Bangun Darat, terdiri dari tiga desa lokal yakni Sedulang, Benua Baru, dan Kedang Ipil, serta tujuh desa transmigrasi dari SP1 hingga SP7.

Di antara desa-desa tersebut, muncul berbagai kegiatan budaya seperti Festival Durian di Benua Baru yang rutin digelar saat musim panen tiba.

Di Desa Kedang Ipil, dua budaya besar yang terus dipertahankan dan dikenal luas adalah Nutup Baham dan Belian Namang.

Selain itu, masih banyak budaya lain yang digelar secara internal dan belum banyak terekspos, namun tetap memiliki nilai adat yang kuat di tengah masyarakat.

“Di desa-desa transmigrasi, budaya Jawa memang dominan karena mayoritas warganya berasal dari Jawa. Namun kami tetap menggabungkannya dengan budaya asli Kutai agar ada keseimbangan dan saling menghargai,” jelasnya.

Julkifli juga menyampaikan bahwa pemerintah kecamatan terus mendorong setiap desa untuk menjadikan budaya sebagai kekuatan pembangunan, baik dalam sektor sosial maupun ekonomi masyarakat.

“Kedang Ipil, Kota Bangun I, II, dan III adalah contoh desa yang aktif menjaga budaya. Ini yang membuat kami optimis, ke depan festival budaya bisa jadi potensi ekonomi baru bagi warga,” pungkasnya. (Adv/ak)